Masa pembuatan
Menurut beberapa prasasti yang sekarang disimpan di Museum Nasional Republik Indonesia di Jakarta, candi Sojiwan kurang lebih dibangun antara tahun 842 dan 850 Masehi. Candi ini dibangun kurang lebih pada saat yang sama dengan candi Plaosan.
Reruntuhan batu di candi Sojiwan yang masih dalam proses pemugaran
[sunting]Penemuan kembali
Candi Sojiwan untuk pertama kalinya ditemukan oleh para penjelajah Barat pada tahun 1813 oleh Kolonel Colin Mackenzie, seorang anak buah Raffles. Ia yang sedang meneliti peninggalan-peninggalan kuno di sekitar daerah Prambanan, menemukan kembali sisa-sisa tembok yang mengelilingi candi ini.
[sunting]Ciri-ciri khas
Sebuah ciri khas candi ini ialah adanya sekitar 20 relief di kaki candi yang berhubungan dengan cerita-cerita Pancatantra atau Jataka dariIndia. Dari 20 relief ini, tinggal 19 relief yang sekarang masih ada.
[sunting]Relief-relief di Sojiwan
Di bawah ini disajikan setiap relief yang dipetik dari cerita fabel Pancatantra atau jataka yang berada di candi Sojiwan. Jumlah relief yang dibicarakan ada sekitar 12. Cerita relief dibaca menuju ke selatan (mapradakṣiṇa). Sayang sekali kondisi relief-relief ini banyak yang sudah memprihatinkan.
[sunting]Relief 1 (Dua pria yang berkelahi)
Dua pria yang berkelahi

Sedangkan figur yang duduk di sebelah kanan membelakangi figur yang satunya. Mulutnya terbuka, ia berambut keriting dan memakai sebuah kalung dan gelang. Tangan kirinya memegang sebuah payung. Posisi figur ini seolah-olah terganggu dan kontras terhadap figur yang satunya.
Ada kemungkinan cerita yang dilukiskan di sini adalah kisah "Dhawalamukha" yang dimuat dalam "Kathâsaritsâgara".
[sunting]Relief 2 (Angsa dan kura-kura)
Relief sekarang sudah rusak dan hanya tersisa bagian kanannya saja

[sunting]Relief 3 (Perlombaan antara Garuda dan kura-kura)
Perlombaan antara Garuda dan kura-kura
Relief ini melukiskan cerita perlombaan antara Garuda dan kura-kura menyeberangi samudra. Akhirnya Garuda kalah karena disiasati oleh para kura-kura.
Pada relief ini kita bisa menyaksikan seekor burung Garuda dan kura-kura di belakangnya dan di antara kakinya.
Cerita lengkapnya seperti dimuat dalam kitab Tantri disajikan di bawah ini:Alkisah adalah seekor kura-kura tua yang menjadi pemimpin sekelompok kura-kura. Ia sangat berprihatin karena setiap hari anggota kelompoknya pasti ada yang dimangsa oleh Garuda. Maka ia berpikir-pikir mencari siasat. Lalu ia berdiskusi dengan kura-kura lainnya supaya lolos dari sang Garuda.Lalu si kura-kura tua memiliki sebuah siasat. Mereka bertaruhan dengan sang Garuda. Bercepat-cepatan terbang menyeberang laut. Kalau kalah, maka semua kura-kura tetap dimakan sang Garuda. Namun jika menang, mereka akan berhenti menjadi makanan sang Garuda.Para kura-kura ragu bagaimana bisa mengalahkan sang Garuda, bahkan bertaruhan akan menyeberang lautan.Maka sang kura-kura tua menjawab bahwa mereka tidak usah khawatir, ia punya siasat. Katanya: “Pasti akan kalahlah sang Garuda oleh kalian. Turutilah semua kataku. Berjajarlah satu sama lain di dalam laut. Isilah lautan dengan penuh sampai di pinggir olehmu. Kalau sang Garuda memanggil, menyahutlah dulu yang di depan sang Garuda, semuanya begitu satu-satu sampai di pinggir. Sapalah duluan, siapapun yang dijumpai olehnya.”Begitulah inti diskusi mereka diharapkan supaya tidak dimangsa lagi. Maka tersusunlah mereka di dalam lautan lalu datanglah sang Garuda meminta makanannya.Sahut si kura-kura tua, katanya: “Aduh wahai sang Raja Burung, nanti akan saya berikan makanan anda. Lawanlah kami dulu. Memang kami ingin bertaruhan dengan anda. Bercepat-cepatan menyeberang laut. Kalau kami kalah, ya anda dapat memakan kami. Tetapi jika anda kalah, berhentilah memangsa kami sampai dengan keturunan kami di masa depan!”Begitulah kata si kura-kura, tertawalah sang Garuda, kemudian katanya: “Wahai kura-kura asal kalian patuhi omonganmu saja. Kalian berani menantangku bertaruhan? Kapankah kalian bisa menang? Pastilah kalah!” Begitu kata mereka berdua dan keduanya setuju.Segeralah kemudian melayang sang Garuda, sedangkan semua kura-kura sudah tersusun sebelumnya dari batas dan pinggir lautan. Sampai sudah sang Garuda di tengah laut dan memanggillah ia si kura-kura yang dengan segera menyahutinya.Masing-masing yang dijumpainya dari depan sama-sama mendahului teriakan sang Garuda: “Hah anda tertinggal wahai sang Garuda!” Begitulah kata semua kura-kura menjawab.Sang Garuda berkata: “Aduh cepat sekali kalian, sungguh lelah saya!” Kemudian ia melayang. Ia mempercepat penerbangannya. Baru saja kelihatan tepi lautan pantai utara olehnya. Terlihat si kura-kura sudah sampai dan bersantai-santai, katanya dengan tenang: “Aduh lama Tuan saya menunggu kedatangan anda. Saya capai dan lesu, terhenti melaju sampai kedatangan Tuan.”Sahut sang Garuda: “Aduh kalian sungguh kencang. Saya mengaku kalah.” Maka sang Garuda sungguh sudah berhenti memangsa kura-kura bahkan sampai sekarang juga.
[sunting]Relief 4 (Kera dan buaya)
Kera dan buaya

Pada jataka bahasa Pali nomor 208, cerita ini disebut sebagai Śumşumāra jātaka kisahnya adalah sebagai berikut.Alkisah ketika sang Brahmadatta merupakan raja Benares, sang Bodhisattwa lahir sebagai raja kera dan hidup pada tepi sungai Gangga. Seekor buaya betina melihatnya dan ingin memakan jantungnya. Maka untuk menangkapnya, yang jantan ingin menyiasatinya dengan menawarkannya menyeberangi sungai Gangga di punggungnya di mana ia dapat menemukan banyak buah-buahan yang sedap. Si kera menerima tawarannya. Pada tengah sungai si buaya mengaku bahwa ia telah menipu si kera. Lalu si kera untuk menyelamatkan dirinya, bersiasat. Ia mengatakan bahwa jantungnya telah digantungkan pada sebuah pohon. Kemudian ia bisa mengambilkannya kalau si buaya mengantarkannya ke tepi sungai. Lalu sang Bodhisattwa menertawakan si buaya.
[sunting]Relief 5 (Tikus dan ular)


Relief ini melukiskan cerita persahabatan antara seekor tikus dengan seekor ular. Persahabatan mereka tidaklah lestari.
Cerita ini secara rinci adalah sebagai berikut:Alkisah adalah seekor tikus yang ditangkap oleh seorang pemburu. Tikus ini akan dipakainya sebagai makanan ular, hewan piaraannya. Maka si ular ingin memakannya tetapi si tikus meminta jangan dulu. Katanya kalau sudah memakannya si ular menjadi gemuk dan akan dimakan oleh si pemburu. Sebaiknya berteman saja dengan si tikus dan mendengarkan nasehatnya. Si tikus menyuruhnya untuk menggigit tutup keranjang di mana mereka ditaruh. Maka loloslah mereka dan setelah beberapa saat si ular lapar dan memakan si tikus.
[sunting]Relief 6 (Serigala dan wanita serong)


Pada relief ini terdapatkan adegan seekor serigala, sebuah kolam dan seorang wanita. Di kolam bisa terlihat ikan dan setangkai bunga teratai. Serigala ini melihat ke arah kanan, ekor si serigala ini ditandai dengan garis-garis untuk menunjukkan bahwa ekornya berbulu. Lalu sang wanita yang duduk berjongkok di sebelah kanan melihat ke dalam air.
Kemungkinan besar yang dilukiskan pada relief ini adalah sebuah cerita jataka yang disebut sebagai Culla-Dhanuggahajātaka dan merupakan jataka nomor 374. Moral cerita ini adalah “kehilangan keberuntungan”. Kisah yang terkandung dalam jataka ini adalah sebagai berikut:Alkisah adalah seorang petani tua yang sangat kaya. Istrinya adalah seorang wanita muda cantik. Ia tidak merasa tenang di rumah dan pada suatu hari ketika sedang berjalan-jalan, ia berjumpa dengan seorang penyamun licik. Si penyamun ini berpura-pura seolah-olah ia jatuh cinta. Sang wanita termakan siasatnya dan keesokan harinya mengambil semua harta benda suaminya dan bersama si penyamun melarikan diri. Lalu mereka berada di tepi sebuah sungai dan si penyamun berkata kepada si wanita untuk menyerahkan harta bendanya kepadanya supaya ia tidak kesusahan ketika menyeberang sungai. Bahkan bajunya diminta supaya ia tidak kebasahan kalau menyeberang sungai. Setalah itu si penyamun melarikan diri, sementara itu sang wanita yang sudah telanjang tertinggal di tepi sungai meratapi nasibnya.Tak lama kemudian ada seekor serigala yang menggondol daging di moncongnya. Serigala ini lalu melihat seekor ikan di sungai dan dagingya dijatuhkannya karena tergiur. Namun akhirnya ikannya menyelam dan dagingnya diambil oleh seekor burung pemangsa. Maka sang wanita yang melihat adegan ini menertawakannya. Si serigala yang mendengarnya mencemoohnya dan mengatakan bahwa ini adalah kasus maling teriak maling dan sang wanita ini lebih bodoh dari padanya.
[sunting]Relief 7 (Raja dan putri patih)

Raja dan putri patih
Pada relief ini kita bisa melihat seorang wanita yang duduk bersila sementara ia memangku kepala seorang pria yang sedang bertiduran.
Relief ini oleh para pakar diidentifikasikan sebagai relief dari cerita bingkai Tantri Kâmandaka.
[sunting]Relief 8 (Gajah dan kambing)

Gajah dan kambing

Gajah
[sunting]Relief 9 (Manusia singa)


[sunting]Relief 10 (Serigala dan banteng)


Relief ini menceritakan cerita seekor serigala yang mengikuti seekor banteng karena mengira bahwa buah zakar si banteng ini merupakan buah benaran dan menunggu sampai matang lalu jatuh dan bisa dimakan.
[sunting]Relief 11 (Kinnara)


Pada relief ini terdapat lukisan kinnara, atau sejenis makhluk sorgawi. Makhluk ini biasanya dihubungkan dengan kebahagiaan berumah-tangga. Selain di Sojiwan, relief ini banyak ditemukan di candi-candi di Jawa Tengah lainnya.
[sunting]Relief 12 (Singa dan banteng)
Relief ini melukiskan pertempuran seekor singa melawan seekor banteng.
0 komentar :
Posting Komentar